Senin, 10 Juli 2017

UJI ASUMSI KLASIK


http://uniba.ac.id/home/

supawi-pawenang.blogspot.com


BAB V
UJI ASUMSI KLASIK

Di awak telah tertulis,dalam regresi linier sederhana maupun dalam regresi linier berganda bahwa dalam kedua regresi linier tersebut perlu memenuhi asumsi-asumsi seperti yang sudah diuraikan dalam kedua bahasan tersebut. Munculnya kewajiban untuk memenuhi asumsi tersebut mengandung arti bahwa rumus regresi diturunkan dari suatu asumsi tertentu ,maksudnya tidak semua data dapat diperlakukan dengan regresi. Jika data diregresi tidak memenusi asumsi yang telah memenuhi asumsi regresi maka nilai estimasi yang terperoleh akan bersifat BLUE (Best,Liniear,Unbiased,Estimator)
BEST
Dimaksudkan sebagai terbaik,untuk kembali kesadaran kita bahwa regresi linier digunakan untuk menggambarkan sebaran data dalam bentuk regresi.
Linear
Mewakili linear dalam model atau parameter. Linear dalam model yang digunakan dalam analisis regresi telah sesuai dengan model OLS dimana variable penduganya hanya berpangkat satu, sedangkan liniar dalam parameter menjelaskan bahwa dihasilkan merupakan fungsi linear dari sample. Jelas bula diukur dengan nilai rata-rata
Unbiased
Ataubisa dikatakan tidak bias, Suatu estimator dikatakan unbiased jika nilai harapan dari estimator b sama dengan nilai yang benar dari b. Artinya, nilai rata-rata b = b. Bila rata-rata b tidak sama dengan b, maka selisihnya itu disebut dengan bias.
Estimator
Yang efisien dapat ditemukan apabila ketiga kondisi di atas telah tercapai. Karena sifat estimator yang efisien merupakan hasil konklusi dari ketiga hal sebelumnya itu.

Asumsi-asumsi seperti yang telah dituliskan dalam bahasan OLS yaitu asumsi yang dikembangkan oleh Gauss dan Markov, yang kemudian teori tersebut terkenal dengan sebutan Gauss-Markov Theorem. Serupa dengan asumsi-asumsi tersebut, Gujarati (1995) merinci 10 asumsi yang menjadi syarat penerapan OLS,18 yaitu:




·         Asumsi 1 :
Linear regression Model. Model regresi merupakan hubungan linear dalam parameter.
Y = a + bX +e
Untuk model regresi Y = a + bX + cX2 + e
Walaupun variabel X dikuadratkan, ini tetap merupakan regresi yang linear dalam parameter sehingga OLS masih dapat diterapkan.
·         Asumsi 2 :
Nilai X adalah tetap dalam sampling yang diulang-ulang (X fixed in repeated sampling).
Tepatnya bahwa nilai X adalah nonstochastic (tidak random).
·         Asumsi 3 :
Variabel pengganggu e memiliki rata-rata nol (zero mean of disturbance). Artinya, garis regresi pada nilai X tertentu berada tepat di tengah.
·         Asumsi 4 :
Homoskedastisitas, atau variabel pengganggu e memiliki variance yang sama sepanjang observasi dari berbagai nilai X.
·         Asumsi 5 :
Tidak ada otokorelasi antara variabel e pada setiap nilai xi dan ji (No autocorrelation between the disturbance).
·         Asumsi 6 :
Variabel X dan disturbance e tidak berkorelasi. Ini berarti kita dapat memisahkan pengaruh X atas Y dan pengaruh e atas Y.
·         Asumsi 7 :
Jumlah observasi atau besar sampel (n) harus diestimasi. Bahkan untuk memenuhi asumsi yang lain, sebaiknya jumlah n harus cukup besar
·         Asumsi 8 :
Variabel X harus memiliki variabilitas. Jikanilai X selalu sama sepanjang observasi maka tidak bisa dilakukan regresi.
·         Asumsi 9 :
Model regresi secara benar telah terspesifikasi. Artinya, tidak ada spesifikasi yang bias, karena semuanya telah terekomendasi atau sesuai dengan teori.
·         Asumsi 10 :
Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas. Jelasnya kolinear antara variabel penjelas tidak boleh sempurna atau tinggi.


Penyimpangan masing-masing asumsi tidak mempunyai impak yang sama terhadap regresi.
Sebagai contoh : adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinya asumsi multikolinearitas tidak berarti mengganggu, sepanjang uji t sudah signifikan.
Untuk memenuhi asumsi-asumsi tersebut maka estimasi regresi hendaknya dilengkapi dengan uji-uji yang diperlukan, seperti uji normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, atupun multikolinearitas.
Secara teoretis model OLS akan menghasilkan estimasi nilai parameter model penduga yang sahih bila dipenuhi asumsi Tidak ada Autokorelasi, Tidak Ada Multikolinearitas, dan Tidak ada Heteroskedastisitas.
Apabila seluruh asumsi klasik tersebut telah terpenuhi maka akan menghasilkan hasil regresi yang best, linear, unbias, efficient of estimation (BLUE).

A. Uji Autokorelasi
A.1. Pengertian autokorelasi
Dalam asumsi klasik telah dijelaskan model OLS harus telah terbebas dari autokorelasi atau serial korelasi.
Autokorelasi yaitu keadaan dimana variable gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variable gangguan pada periode lain, bersifat mucul bila terdapat korelasi antara data yang diteliti baik itu data jenis runtut waktu maupun data kerat silang. Masalah autokorelasi lebih sering muncul pada data time series, karena sifat data time series ini terdiri lekat dengan kontiyuitas dan adanya sifat ketergantungan antar data. Sementara pada data cross section hal itu kecil kemungkinan terjadi Asumsi terbebasnya autokorelasi ditunjukkan oleh nilai e yang mempunyai rata-rata nol, dan variannya konstan. Asumsi variance yang tidak konstan menunjukkan adanya pengaruh perubahan nilai suatu observasi berdampak pada observasi lain.

A.2. Sebab-sebab Autokorelasi
Banyak faktor  yang dapat menyebabkan timbulnya masalah autokorelasi, namun dalam pembahasan ini hanya mengungkapkan beberapa faktor saja antara lain:
1.       Kesalahan dalam pembentukan model, artinya, model yang digunakan untuk menganalisis regresi tidak didukung oleh teori-teori yang relevan dan mendukung.
2.       Tidak memasukkan variabel yang penting.Variabel penting yang dimaksudkan di sini adalah variabel yang diperkirakan signifikan mempengaruhi variabel Y.
3.       Manipulasi data. Misalnya dalam penelitian kitaingin menggunakan data bulanan, namun data tersebut tidak tersedia. Menggunakan data yang tidak empiris.
A.3. Akibat Autokorelasi
Meskipun ada autokorelasi, nilai parameter estimator (b1, b2,…,bn) model regresi tetap linear dan tidak bias dalam memprediksi B (parameter sebenarnya). Akan tetapi nilai variance tidak minimum dan standard error (Sb1, Sb2) akan bias. Akibatnya adalah nilai t hitung akan menjadi bias pula, karena nilai t diperoleh dari hasil bagi Sb terhadap b (t = b/sb). Berhubung nilai Sb bias maka nilai t juga akan bias atau bersifat tidak pasti (misleading).

A.4. Pengujian Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dimaksudkan untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, yaitu masalah lain yang timbul bila kesalahan tidak sesuai dengan batasan yang disyaratkan oleh analisis regresi. Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, antara lain melalui:
1. Uji Durbin-Watson (DW Test).
Uji Durbin-Watson yang secara populer digunakan untuk mendeteksi adanya serial korelasi dikembangkan oleh ahli statistik (statisticians) Durbin dan Watson. Formula yang digunakan untuk mendeteksi terkenal pula dengan sebutan Durbin- Watson d statistic, yang dituliskan sebagai berikut:









atau dapat pula ditulis dalam rumus sebagai berikut:







2. Menggunakan metode LaGrange Multiplier(LM).
LM sendiri merupakan teknik regresi yang memasukkan variabel lag. Sehingga terdapat variabel tambahan yang dimasukkan dalam model. Variabel tambahan tersebut adalah data Lag dari variabel dependen. Dengan demikian model dalam LM menjadi sebagai berikut:




Variabel Yt-1 merupakan variabel lag 1 dari Y.
Variabel Yt-2 merupakan variabel lag 2 dari Y.

Lag 1 dan Lag 2 variabel Y dimasukkan dalam model ini bertujuan untuk mengetahui pada lag berapa problem otokorelasi muncul. Lag sendiri merupakan rentang waktu. Lag 1 menunjukkan adanya kesenjangan waktu 1 periode, sedang lag 2 menunjukkan kesenjangan waktu 2 periode. Periodenya tergantung pada jenis data apakah data harian, bulanan, tahunan. Lag 1 data harian berarti ada kesenjangan satu hari, lag 2 kesenjangan 2 hari dan seterusnya.
Terdapat beberapa alat uji lain untuk mendeteksi autokorelasi seperti uji Breusch-Godfrey, Uji Run, Uji Statistik Q: Box-Pierce dan Ljung Box, dan lainlain, namun uji-uji tersebut tidak dibahas di sini, mengingat tulisan ini masih berlingkup atau bersifat pengantar.

B. Uji Normalitas
Bertujuan untuk menguji apakah variabel penganggu (e) memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data dapat dilakukan sebelum atau setelah tahapan analisis regresi. Sangat beralasan kiranya, karena jika asumsi normalitas data telah dipenuhi terlebih dulu, maka dampak yang mungkin akan ditimbulkan dari adanya ketidaknormalan data seperti bias pada nilai t hitung dan nilai F hitung dapat dihindari. Sebaliknya, bila dilakukan analisis regresi terlebih dulu, dimana nilai t dan F baru diketahui, yang kemudian baru dilakukan normalitas data, sedangkan ternyata hasilnya tidak normal maka analisis regresi harus diulang lagi. Pengujian normalitas ini berdampak pada nilai t dan F karena pengujian terhadap keduanya diturunkan dari asumsi bahwa data Y atau e berdistribusi normal.

C. Uji Heteroskedastisitas
C.1. Pengertian Heteroskedastisitas
Sebagaimana telah ditunjukkan dalam salah satu asumsi yang harus ditaati pada model regresi linier, adalah residual harus homoskedastis, artinya, variance residual harus memiliki variabel yang konstan, atau dengan kata lain, rentangan e kurang lebih sama. Karena jika variancenya tidak sama, model akan menghadapi masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya (Kuncoro, 2001: 112). Padahal rumus regresi diperoleh dengan asumsi bahwa variabel pengganggu (error) atau e, diasumsikan memiliki variabel yang konstan. Apabila terjadi varian e tidak konstan, maka kondisi tersebut dikatakan tidak homoskedastik atau mengalami heteroskedastisitas (Setiaji, 2004: 17
Sedangkan data time series, antara observasi satu dengan yang lainnya saling mempunyai kaitan. Ada trend yang cenderung sama. Sehingga variance residualnya juga cenderung sama. Tidak seperti data cross section yang cenderung menghasilkan variance residual yang berbeda pula.

C.2. Konsekuensi Heteroskedastisitas
Analisis regresi menganggap kesalahan bersifat homoskedastis, yaitu asumsi bahwa residu atau deviasi dari garis yang paling tepat muncul serta random sesuai dengan besarnya variabel independen (Arsyad, 1994:198). Asumsi regresi linier yang berupa variance residual yang sama, menunjukkan bahwa standar error (Sb) masing-masing observasi tidak mengalami perubahan, sehingga Sb nya tidak bias. Lain halnya, jika asumsi ini tidak terpenuhi, sehingga variance residualnya berubah-ubah sesuai perubahan observasi, maka akan mengakibatkan nilai Sb yang diperoleh dari hasil regresi akan menjadi bias.
Jika nilai Sb mengecil, maka nilai t cenderung membesar. Hal ini akan berakibat bahwa nilai t mungkin mestinya tidak signifikan, tetapi karena Sb nya bias, maka t menjadi signifikan. Sebaliknya, jika Sb membesar, maka nilai t akan mengecil. Nilai t yang seharusnya signifikan, bisa jadi ditunjukkan menjadi tidak signifikan. Ketidakmenentuan dari Sb ini dapat menjadikan hasil riset yang mengacaukan.

C.3. Pendeteksian Heteroskedastisitas
Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti uji grafik, uji Park, Uji Glejser, uji Spearman’s Rank Correlation, dan uji Whyte menggunakan Lagrange Multiplier (Setiaji, 2004: 18)21
Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji grafik, dapat dilakukan dengan membandingkan sebaran 21 Ditunjukkan pula oleh Gozali, 2001. antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya, yang output pendeteksiannya akan tertera berupa sebaran data pada scatter plot. Dengan menggunakan alat bantu komputer teknik ini sering dipilih, karena alasan kemudahan dan kesederhanaan cara pengujian, juga tetap mempertimbangkan valid dan tidaknya hasil pengujian.

D. Uji Multikolinieritas
D.1. Pengertian Multikolinearitas
Multikolinieritas yaitu terjadi korelasi linear yang ”perfect” atau eksak di antara variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model. Tingkat kekuatan hubungan antar variabel penjelas dapat ditrikotomikan lemah, tidak berkolinear, dan sempurna. Tingkat kolinear dikatakan lemah apabila masing-masing variabel penjelas hanya mempunyai sedikit sifat-sifat yang sama.
Apabila antara variabel penjelas memiliki banyak sifat-sifat yang sama dan serupa sehingga hampir tidak dapat lagi dibedakan tingkat pengaruhnya terhadap Y, maka tingkat kolinearnya dapat dikatakan serius, atau perfect, atau sempurna. Sedangkan Tidak berklinear jika antara variabel penjelas tidak mempunyai sama sekali kesamaan.
Sebagai gambaran penjelas, dapat dilihat pada gambar berikut ini:




















D.2. Konsekuensi Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas merupakan tahapan penting yang harus dilakukan dalam suatu penelitian, karena apabila belum terbebas dari masalah multikolinearitas akan menyebabkan nilai koefisien regresi (b) masing-masing variabel bebas dan nilai standar error-nya (Sb) cenderung bias, dalam arti tidak dapat ditentukan kepastian nilainya, sehingga akan berpengaruh pula terhadap nilai t (Setiaji, 2004: 26).
Logikanya adalah seperti ini, jika antara X1 dan X2 terjadi kolinearitas sempurna sehingga data menunjukkan bahwa X1=2X2, maka nilai b1 dan b2 akan tidak dapat ditentukan hasilnya, karena dari formula OLS sebagaimana dibahas terdahulu,







b1 =
0
0
akan menghasilkan bilangan pembagian,   


sehingga nilai b1 hasilnya tidak menentu. Hal itu akan berdampak pula pada standar error Sb akan menjadi sangat besar, yang tentu akan memperkecil nilai t.

D.3. Pendeteksian Multikolinearitas
Terdapat beragam cara untuk menguji multikolinearitas, diantaranya dengan :
Menganalisis matrix korelasi dengan Pearson Correlation atau dengan Spearman’s Rho Correlation, melakukan regresi partial dengan teknik auxilary regression, atau dapat pula dilakukan dengan mengamati nilai variance inflation factor (VIF). Cara mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dengan menghitung nilai korelasi antar variabel dengan menggunakan Spearman’s Rho Correlation dapat dilakukan apabila data dengan skala ordinal (Kuncoro, 2001: 114).
Pengujian multikolinearitas menggunakan angka korelasi dimaksudkan untuk menentukan ada tidaknya multikolinearitas. Mengacu pendapat Pindyk dan Rubinfeld22, yang mengatakan bahwa apabila korelasi antara dua variabel bebas lebih tinggi dibanding korelasi salah satu atau kedua variabel bebas tersebut dengan variabel terikat.
Dalam kaitan adanya kolinear yang tinggi sehingga menimbulkan tidak terpenuhinya asumsi terbebas dari masalah multikolinearitas, dengan mempertimbangkan sifat data dari cross section, maka bila tujuan persamaan hanya sekedar untuk keperluan prediksi, hasil regresi dapat ditolerir, sepanjang nilai t signifikan.




ESSAI !

A  Apa itu asumsi klasik?
Asumsi klasik adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi pada model regresi linier (OLS) agar model tersebut menjadi valid sebagai alat penduga.

B  Apa saja asumsi-asumsi yang ditetapkan?
1.      Linier Regresion Model. Model regresi merupakan hubungan linier dalam parameter.
2.       Nilai X adalah tetap dalam sampling yang diulang-ulang (X fixed in repeated sampling).
3.      Variabel penggangu e memiliki rata-rata nol (zero mean of disturbance).
4.      Homoskedastisitas, atau variabel penggangu e memiliki variance yang sama sepanjang obsevasi dari berbagai nilai X.
5.      Tidak ada autokorelasi antara variabel e pada setap nilai xi dan ji ( no autocorrelation between the disturbance).
6.      Variabel X dan disturbance e tidak berkorelasi.
7.      Jumlah observasi atau besar sample (n) harus lebih besar dari jumlah parameter yang diestimasi.
8.      Variabel X harus memiliki variabilitas.
9.      Model regresi secara benar telah terspesifikasi.
10.  Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas.

C  Coba jelaskan mengapa tidak semua asumsi perlu lakukan pengujian!
Sebagai contoh, adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinnya asumsi multikolinearitas (asumsi 10) tidak berarti mengganggu, sepanjang uji t sudah signifikan. Hal ini disebabkan oleh membesarnya standar error pada kasus multikolinearitas, sehingga nilai t,b,Sb, menjadi cenderung kecil. Jika nilai t masih signifikan, maka multikolinearitas tidak perlu diatasi.

D Jelaskan apa yang dimaksud dengan autokorelasi!
keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain.

E  Jelaskan kenapa autokorelasi timbul!
Telah jelas bagi kita bahwa autokorelasi akan muncul apabila ada ketergantungan atau adanya kesalahan pengganggu yang secara otomatis mempengaruhi data berikutnya.

F   Bagaimana cara mendeteksi masalah autokorelasi?
Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, antara lain melalui:
1.      Uji Durbin-Watson (DW Test).
2.      Menggunakan metode LaGrange Multiplier (LM).

  G Apa konsekuensi dari adanya masalah autokorelasi dalam model?
Konsekuensinya adalah nilai parameter estimator (b1, b2,...,bn) model regresi tetap linear dan tidak bias dalam memprediksi B (parameter sebenarnya). Akan tetapi nilai variance tidak minimum dan standard error (Sb1, Sb2) akan bias. Akibatnya adalah nilai t hitung akan menjadi bias pula, karena nilai t diperoleh dari hasil bagi Sb terhadap b (t=b/Sb). Berhubung nilai Sb bias maka nilai t juga akan bias atau bersifat tidak pasti (misleading).

H   Jelaskan apa yang dimaksud dengan heterokedastisitas!
Adalah Variance residual harus memiliki variabel yang konstan, atau dengan kata lain, rentangan e kurang lebih sama.

I   Jelaskan kenapa heterokedastisitas timbul!
Masalah heteroskedastisitas lebih sering muncul dalam data cross section dari pada data time series (Kuncoro, 2001: 112; Setiaji, 2004: 17). Karena dalam data cross section menunjukkan obyek yang berbeda dan waktu yang berbeda pula.

J   Bagaimana cara mendeteksi masalah heterokedastisitas?
Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti uji grafik, uji Park, Uji Glejser, uji Spearman’s Rank Correlation, dan uji Whyte menggunakan Lagrange Multiplier (Setiaji, 2004: 18)21.

K   Apa konsekuensi dari adanya masalah heterokedastisitas dalam model?
kesalahan dalam model yang dapat mengakibatkan nilai b meskipun tetap
linier dan tidak bias, tetapi nilai b bukan nilai yang terbaik. Munculnya masalah heteroskedastisitas yang mengakibatkan nilai Sb menjadi bias, akan berdampak pada nilai t dan nilai F yang menjadi tidak dapat ditentukan. Karena nilai t dihasilkan dari hasil bagi antara b dengan Sb.

L   Jelskan apa yang dimaksud dengan multikolinearitas!
adalah suatu keadaan dimana terjadi korelasi linear yang ”perfect” atau eksak di antara variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model.

M   Jelaskan kenapa multikolinearitas timbul!
Tingkat kekuatan hubungan antar variabel penjelas dapat ditrikotomikan lemah, tidak berkolinear, dan sempurna. Tingkat kolinear dikatakan lemah apabila masing-masing variabel penjelas hanya mempunyai sedikit sifat-sifat yang sama. Apabila antara variabel penjelas memiliki banyak sifat-sifat yang sama dan serupa sehingga hampir tidak dapat membedakan lahi tingkat pengaruhnya terhadap Y, maka tingkat kolinearnya dapat dikatakan serius, atau perfect, atau sempurna. Sedangkan tidak berkolinear jika antara variabel penjelas tidak mempunyaisama sekali kesamaan.

N   Bagaimana cara mendeteksi masalah multikolinearitas?
Dengan menghitung nilai korelasi antar variabel dengan menggunakan Spearman’s Rho Correlation dapat dilakukan apabila data dengan skala ordinal (Kuncoro, 2001: 114). Sementara untuk data interval atau nominal dapat dilakukan dengan Pearson Correlation. Selain itu metode ini lebih mudah dan lebih sederhana tetapi tetap memenuhi syarat untuk dilakukan.

O   Apa konsekuensi dari adanya masalah multikolinearitas dalam model?
Apabila belum terbebas dari masalah multikolinearitas akan menyebabkan nilai koefisien regresi (b) masing-masing variabel bebas dan nilai standar error-nya (Sb) cenderung bias, dalam arti tidak dapat ditentukan kepastian nilainya, sehingga akan berpengaruh pula terhadap nilai t (Setiaji, 2004: 26).

P   Jelaskan apa yang dimaksud dengan normalitas!
Adalah sebuah uji yang bertujuan untuk menguji apakah variabel penganggu (e) memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data dapat dilakukan sebelum ataupun setelah tahapan analisis regresi. Hanya saja pengalaman menunjukkan bahwa pengujian normalitas yang dilakukan sebelum tahapan regresi lebih efisien dalam waktu.

Q   Jelaskan kenapa normalitas timbul!
Jika bias pada nilai t hitung dan nilai F hitung, karena pengujian terhadap keduanya diturunkan dari asumsi bahwa data Y atau e berdistribusi normal.

R   Bagaimana cara mendeteksi masalah normalitas?
1.      Menggunakan metode numerik yang membandingkan nilai statistik, yaitu antara nilai median dengan nilai mean. Data dikatakan normal (simetris) jika perbandingan antara mean dan median menghasilkan nilai yang kurang lebih sama. Atau apabila nilai mean jika dikurangi nilai median menghasilkan angka nol. Cara ini disebut ukuran tendensi sentral (Kuncoro, 2001: 41)
2.      Menggunakan formula Jarque Bera (JB test)
S   Apa konsekuensi dari adanya masalah normalitas dalam model?
Apabila data telah berdistribusi normal maka tidak ada masalah karena uji t dan uji F dapat dilakukan (Kuncoro, 2001: 110). Apabila data tidak normal, maka diperlukan upaya untuk mengatasi seperti: memotong data yang out liers, memperbesar sampel, atau melakukan transformasi data.

T  Bagaimana cara menangani jika data ternyata tidak normal?
Dengan cara mentransformasi data sebagai upaya untuk menormalkan sebaran data dapat dilakukan dengan merubah data dengan nilai absolut ke dalam bilangan logaritma. Dengan mentransformasi data ke bentuk logaritma akan memperkecil error sehingga kemungkinan timbulnya masalah heteroskedastisitas juga menjadi sangat kecil (Setiaji, 2004: 18).




Supawi Pawenang ,2017 ,Modul Ekonometrika ,Fakultas Ekonomi ,UNIBA Surakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar